Skip to main content

Catatan Ramadhan 1438 H: Berbicara Tentang Al-Qur'an

Hujan turun tepat setelah aku sampai di rumah. Melanjutkan malam dengan mencari ilmu tentang Al-Qur'an. Kali ini sang ustadz menjelaskan beberapa point penting tentang Al-Qur'an.

Ketika kita berbicara tentang Al-Qur'an sebenarnya kita tidak berbicara tentang sebuah benda yang berisi wahyu-wahyu Allah. Namun, sudah semestinya kita berbicara tentang wahyu Allah itu sendiri. Al-Qur'an bukan hanya sekedar benda yang dapat dibaca, tetapi dia adalah naskah yang harus kita pahami sebagai petunjuk hidup kita. Oleh karena itu kita harus paham akan isi kandungan Al-Qur'an, kita tidak hanya terfokus pada cara membaca dan melagukannya saja, tetapi sudah semestinya kita fokus juga pada isi kandungannya dan menjadikannya sebagai pedoman hidup. Dalam menafsirkan Al-Qur'an memang tidak boleh sembarangan sesuka hati dan pemikiran kita, kita harus mempunyai ilmu dasar terlebih dahulu tentangnya. Atau jika ilmu kita belum cukup sampai kesitu kita boleh berpedoman kepada tafsir-tafsir yang telah ditulis para ulama dan mengkajinya dari situ. 


Mengapa kita harus mempunyai ilmu terlebih dahulu? Karena Al-Qur'an itu bukan hanya masalah men-translate-kan berdasarkan bahasa, tetapi juga meliputi men-translate-kan berdasarkan konteks. Sebagai contoh kecil, misalkan seseorang bertanya kepada kita, "Anda hendak kemana?", ketika kita menjawab, "Saya hendak ke Amplas." Namun ternyata sang penanya tidak mengetahui bahwa Amplas adalah salah satu nama daerah di Medan, maka jika sang penanya mencari di kamus bahasa Indonesia, yang ada bahwa amplas adalah nama suatu benda untuk menghaluskan suatu permukaan (atau jika sang penanya googling terlebih dahulu, maka dia juga kemungkinan akan bingung akan arti Amplas tersebut). Demikianlah, dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an memang harus butuh dasar ilmu. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kekeliruan dalam menafsirkan Al-Qur'an hingga timbullah berbagai macam pemikiran yang liberal atau pemikiran lain yang tidak bersesuaian. Lagipula, sudah semestinya segala sesuatu yang kita lakukan berdasarkan dasar ilmu.

Memang benar bahwa dahulu kala Dr. Snouck Hugronje yang ingin menaklukan Aceh pernah berceramah di depan para pemuda Aceh bahwa mereka tak boleh menafsirkan Al-Qur'an dengan diri mereka sendiri karena ingin menjauhkan pemuda Aceh dari mempelajari Al-Qur'an. Bahkan, Belanda juga ternyata melarang menafsirkan Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia hingga beberapa tokoh terkemuka sempat terkecoh olehnya karena tidak mengerti isi kandunga Al-Qur'an walau tetap mendapat hidayah Allah (baca disini). Untuk itu, kita harus belajar dari pengalaman pahit ini, masing-masing kita memang harus mempelajari Al-Qur'an.Kita harus lebih termotivasi dalam mempelajari agama kita secara menyeluruh dan memahami dasar ilmu dalam Islam. 

Dalam hal memahami Al-Qur'an, ustadz tersebut menjelaskan bahwa dalam memahami Al-Qur'an itu kita harus berpedoman terhadap induk surah-nya, yaitu Al-Fatihah, dimana intinya kita harus mengetahui jalan mana yang menuju kebaikan dan jalan mana yang menuju arah sebaliknya. Hingga setiap kita memahami ayat-ayat dalam Al-Qur'an, kita harus kembalikan lagi ke induk-nya, yaitu, memahaminya sebagai pembeda yang hak dan yang batil. Hingga kesimpulan Al-Qur'an itu sendiri ada pada Q.S.Al-Ikhlas dan Q.S.Al-Kafirun. Karena pada dua surah tersebutlah kita mendapatkan prinsip Tauhid (untuk lebih jelasnya baca disini).

Intinya memang kita harus memahami Al-Qur'an secara komprehensif (menyeluruh), tidak sepenggal-sepenggal seperti yang banyak dilakukan orang untuk menyesatkan orang lain. Juga, kita harus berguru kepada para ulama dan tidak hanya berpedoman pada suatu buku tertentu saja. 

Satu hal lagi yang ingin kucatat disini adalah bahwa adanya perbedaan para ulama atas penetapan tanggal turunnya Al-Qur'an, sebagian ulama berpendapat, Al-Qur'an turun pada 17 Ramadhan (berdasarkan Q.S Al-Anfal:41) dan penulis Sirah Nabawi, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, meneliti dan mendapatinya pada tanggal 21 Ramadhan. Namun, hal ini bukanlah hal yang esensial untuk diperdebatkan, yang paling penting adalah mempelajari Al-Qur'an dan benar-benar menjadikannya sebagai pedoman hidup.

Ini hanya sekedar catatan pengingat diri. Kalau ada masukan, mohon ditulis di kolom komentar.

Medan, 03062017



Comments